Semakin banyaknya, berdiri Rukan/ Ruko di Kabupaten Bekasi secara tidak langsung menambah daftar para penunggak pajak. Mengapa demikian?
Rukan/ Ruko tersebut berdomisili di lokasi yang memang menjadi tempat tersembunyi bagi para pengusaha-pengusaha yang semestinya wajib kena pajak namun karena tidak ada "Sidak" atau perhatian khusus dari para petugas pajak, maka mereka melakukan usaha bisnisnya dengan tenang tanpa harus melaporkan sejumlah kewajiban pajaknya.
Bila ditelaah di lapangan, ternyata masih banyak pengusaha yang berkewajiban membayar pajak yang masih tertahan, sehingga masih banyak menumpuknya uang negara untuk pembangunan.
Misalkan saja, ada beberapa pengusaha dengan mendirikan CV atau PT di wilayah Rukan/ ruko Kelapa Gading atau Sunter dengan cara men-siasati pelaporan pajaknya CV/ PT lainnya, dengan kata lain menumpang dengan perusahaan lain. Begitu ada transaksi pembelian barang dari customer, maka dengan sedikit siasat, para pengusaha nakal ini membuat laporan pajak yang ada kepada customer-customer baru/lama dengan cara meneggunakan PT/CV orang lain yang tentunya bisa diajak kerjasama untuk hal ini.
Kita dapat mengenali pengusaha-pengusaha nakal ini, mereka tidak berani untuk menampilkan nama CV/PT sendiri pada halaman depan kantor mereka masing-masing. Jadi, yang terlihat bangunan megah dengan beberapa orang karyawan yang berlalu lalang, bahkan untuk kesejahteraan karyawannya juga masih tidak jelas (diragukan) apalagi pelaporan pajaknya.
Bila, pengusaha-pengusaha nakal ini tidak membayar pajak yang semestinya, lalu bagaimana pengusaha-pengusaha yang lainnya, berapa sumber dana pemerintah yang masih tersendat di para pengusaha-pengusaha nakal itu. Apa dampaknya bagi pembangunan daerah karena ratusan miliar tidak tersalurkan, malah yang pengusaha nakal ini makin kaya saja.
Nah, inilah kebiasaan-kebiasaan yang juga sering terjadi di rukan/ ruko di wilayah Kabupaten Bekasi. Ternyata, di lapangan masih banyak para pengusaha-pengusaha nakal yang tidak memberikan nama usaha mereka dengan jelas di depan kantornya dengan alasan "Nanti ribet urusan pajaknya". ckckck!
Dan berikut uraian sanksinya:
Pengetahuan tentang sanksi dalam perpajakan
menjadi penting karena pemerintah lndonesia memilih menerapkan self
assessment system dalam rangka pelaksanaan pemungutan pajak.
Berdasarkan sistem ini, Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk
menghitung menyetor, dan melaporkan pajaknya sendiri. Untuk dapat
menjalankannya dengan baik, maka setiap Wajib Pajak memerlukan
pengetahuan pajak, baik dari segi peraturan maupun teknis
administrasinya. Agar pelaksanaannya dapat tertib dan sesuai dengan
target yang diharapkan, pemerintah telah menyiapkan rambu-rambu yang
diatur dalam UU Perpajakan yang berlaku.
Dari sudut pandang yuridis, pajak memang
mengandung unsur pemaksaan. Artinya, jika kewaiiban perpajakan tidak
dilaksanakan, maka ada konsekuensi hukum yang bisa terjadi. Konsekuensi
hukum tersebut adalah pengenaan sanksi-sanksi perpajakan.
Pada hakikatnya, pengenaan sanksi perpajakan
diberlakukan untuk menciptakan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan
kewajiban perpajakannya. Itulah sebabnya, penting bagi Wajib pajak
memahami sanksi-sanksi perpajakan sehingga mengetahui konsekuensi hukum
dari apa yang dilakukan ataupun tidak dilakukan. Untuk dapat memberikan
gambaran mengenai hal-hal apa saja yang perlu dihindari agar tidak
dikenai sanksi perpajakan, di bawah ini akan diuraikan tentang
jenis-jenis sanksi perpajakan dan perihal pengenaannya.
Ada 2 macam Sanksi perpajakan,
1. Sanksi Administrasi yang
terdiri dari:
a. Sanksi Adrninistrasi Berupa Denda
Sanksi denda adalah jenis sanksi yang paling banyak
ditemukan dalam UU perpajakan. Terkait besarannya denda dapat ditetapkan
sebesar jumlah tertentu, persentase dari jumlah tertentu, atau suatu
angka perkalian dari jumlah tertentu.
Pada sejumlah pelanggaran, sanksi denda ini akan
ditambah dengan sanksi pidana. Pelanggaran yang juga dikenai sanksi
pidana ini adalah pelanggaran yang sifatnya alpa atau disengaja. Untuk
mengetahui lebih laniut, dalam
tabel 1 dimuat hal-hal yang dapat menyebabkan sanksi administrasi
berupa denda, bentuk pengenaan denda, dan besarnya denda.
b. Sanksi Aministrasi Berupa Bunga
Sanksi administrasi berupa bunga dikenakan atas
pelanggaran yang menyebabkan utang pajak menjadi lebih besar. Jumlah
bunga dihitung berdasarkan persentase tertentu dari suatu jumlah, mulai
dari saat bunga itu menjadi hak/kewajiban sampai dengan saat diterima
dibayarkan.
Terdapat beberapa perbedaan dalam menghitung bunga
utang biasa dengan bunga utang paiak. Penghitungan bunga utang pada
umumnya menerapkan bunga majemuk (bunga berbunga). Sementara, sanksi
bunga dalam ketentuan pajak tidak dihitung berdasarkan bunga majemuk.
Besarnya bunga akan dihitung secara tetap dari pokok
pajak yang tidak/kurang dibayar. Tetapi, dalam hal Waiib Paiak hanya
membayar sebagian atau tidak membayar sanksi bunga yang terdapat dalam
surat ketetapan pajak yang telah diterbitkan, maka sanksi bunga tersebut
dapat ditagih kembali dengan disertai bunga lagi
Perbedaan lainnya dengan bunga utang pada umumnya
adalah sanksi bunga dalam ketentuan perpajakan pada dasarnya dihitung 1
(satu) bulan penuh. Dengan kata lain, bagian dari bulan dihitung 1 (satu)
bulan penuh atau tidak dihitung secara harian. Untuk mengetahui lebih
ielas mengenai hal-hal yang dapat menyebabkan sanksi bunga dan
penghitungan besarnya bunga dalam pajak, pembaca dapat melihat dalam
tabel 2
c. Sanksi Administrasi Berupa Kenaikan
Jika melihat bentuknya, bisa jadi sanksi
administrasi berupa kenaikan adalah sanksi yang paling ditakuti oleh
wajib Pajak. Hal ini karena bila dikenakan sanksi tersebut, jumlah pajak
yang harus dibayar bisa menjadi berlipat ganda. Sanksi berupa kenaikan
pada dasarnya dihitung dengan angka persentase tertentu dari jumlah
pajak yang tidak kurang dibayar.
Jika dilihat dari penyebabnya, sanksi kenaikan
biasanya dikenakan karena Wajib Pajak tidak memberikan
informasi-informasi yang dibutuhkan dalam menghitung jumlah pajak
terutang. Untuk lebih jelasnya, hal-hal yang dapat menyebabkan sanksi
berupa kenaikan dan besarnya kenaikan dapat dilihat dalam
tabel 3.
2. Sanksi Pidana
Kita sering mendengar isilah sanksi pidana dalam
peradilan umum. Dalam perpajakan pun dikenai adanya sanksi pidana. UU
KUP menyatakan bahwa pada dasarnya, pengenaan sanksi pidana merupakan
upaya terakhir untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.
Namun, pemerintah masih memberikan keringanan dalam
pemberlakuan sanksi pidana dalam pajak, yaitu bagi Wajib Pajak yang baru
pertama kali melanggar ketentuan Pasal 38 UU KUB tidak dikenai sanksi
pidana, tetapi dikenai sanksi administrasi. Pelanggaran Pasal 38 UU KUP
adalah tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak
benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak
benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Hukum pidana diterapkan karena adanya tindak
pelanggaran dan tindak kejahatan. Sehubungan dengan itu, di bidang
perpajakan, tindak pelanggaran disebut dengan kealpaan, yaitu tidak
sengaja, lalai, tidak hati-hati, atau kurang mengindahkan kewajiban
pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Sedangkan tindak kejahatan adalah tindakan dengan sengaja tidak
mengindahkan kewajiban pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara.
Meski dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan
negara, tindak pidana di bidang perpajakan tidak dapat dituntut setelah
jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terlampaui.Jangka waktu ini dihitung
sejak saat terutangnya pajak, berakhirnya masa pajak, berakhirnya bagian
tahun pajak, atau berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan. Penetapan
jangka waktu 10 (sepuluh) tahun ini disesuaikan dengan daluarsa
penyimpanan dokumen-dokumen perpajakan yang dijadikan dasar penghitungan
jumlah pajak yang terutang, yaitu selama 10 (sepuluh) tahun.
Dalam UU Perpajakan Indonesia, ketentuan mengenai
sanksi pidana pada intinya diatur dalam Bab VIII UU KUP sebagai hukum
pajak format. Namun, dalam UU Perpajakan lainnya, dapat juga diatur
sanksi pidana. Sanksi pidana biasanya disertai dengan sanksi
administrasi berupa denda, walaupun tidak selalu ada. Hal-hal yang dapat
menyebabkan sanksi pidana dan bentuk sanksinya dapat juga dilihat pada
tabel 1.
0 komentar:
Posting Komentar